er

Monday 4 November 2013

Guy Fawkes, Siapa Dia?

Anda pernah dengar Guy Fawkes? Dia adalah pelaku peledakan Gedung Parlemen Inggris yang akhirnya gagal karena keburu ketahuan oleh pihak keamanan kerajaan. Peristiwa itu sendiri terjadi pada tanggal 5 November 1605 di kota London dan Guy Fawkes ditangkap sendirian (meski awalnya aksi ini didukung 30 orang) dengan barang bukti 30 Kg bubuk mesiu. Alasan Guy Fawkes dan kawan- kawannya melakukan aksi pemboman adalah ingin membunuh Raja James I dan sebagian besar anggota parlemen yang mereka anggap mengkhianati perjanjian antara pemerintah Kristen dan warga Katolik di Inggris. Di kemudian hari peristiwa itu dinamakan Peristiwa Bubuk Mesiu atau GunPowder Plot yang dirayakan masyarakat Inggris dengan menyalakan kembang api setiap tanggal 5 November. 
Mengapa saya tertarik dengan tokoh tersebut dikarenakan topeng yang konon merupakan wajah Guy Fawkes tersebut saat ini marak dipakai oleh peserta aksi Occupy Wall Street di AS dan peserta Occupy lain di negara- negara benua Eropa. Topeng ini juga dipakai oleh para aktivis internet (hacktivism) yang menyebutkan dirinya Anonymous. Sekedar info Anonymous ini yang berhasil membobol situs pemerintahan serta korporasi internasional di penjuru dunia yang mereka anggap melanggar aturan dasar internet (bahwa informasi dalam internet seharusnya gratis) dan pemerintahan yang memasung kebebasan di dunia maya dengan pembatasan akses lewat Undang-Undang. Sedangkan gerakan Occupy Wall Street ini pernah saya pernah tulis dalam artikel Occupy

Lalu mengapa mereka memakai topeng berbentuk wajah Guy Fakwes? Setelah saya coba browsing lagi, ada pendapat yang mengatakan bahwa topeng tersebut terinspirasi dari novel grafis berjudul V for Vendetta yang telah dibuat filmnya pada tahun 2006. Novelnya sendiri bercerita tentang negara Inggris masa depan yang dipimpin oleh pemerintahan otoriter. V tokoh utama dalam novel tersebut ingin merubah keadaan dimana masyarakat tampak tidak berdaya untuk melawan sistem tersebut (entah karena terbiasa atau takut). Setelah berpikir bahwa susah sekali menimbulkan kesadaran spontan dalam masyarakat dan masyarakat selalu membutuhkan sosok untuk dicontoh ketika melakukan gerakan perlawanan maka V kemudian membuat simbol berupa topeng Guy Fawkes yang dikenang di Inggris dengan peristiwa pemboman seperti diceritakan di atas. Topeng yang selalu digunakan V dalam menjalankan aksi perlawanan terhadap sistem menjadi simbol bahwa pelaku pemberontakan adalah masyarakat itu sendiri dan bisa dilakukan oleh siapa saja sehingga menghindari kultus individu seseorang yang biasa terjadi dalam suatu revolusi (ingat Lenin dengan Revolusi Rusianya, Castro dengan Revolusi Kubanya, Imam Khomeini dengan Revolusi Irannya ) . Meski begitu dalam novelnya kesadaran yang lahir dari masyarakat ini bukanlah proses yang singkat dan terjadi begitu saja. Namun membutuhkan waktu hingga sistem masyarakat do-what-you-will ( lakukan apa yang ingin kamu lakukan) dapat terwujud. Novel ini dibuat oleh Alan Moore yang dalam pengakuannya pada media adalah seorang aktivis anarkis, karena karya yang lain seperti Batman The Dark Knight Returns juga menceritakan Batman yang merubah kota Gotham menjadi masyarakat pada saat Komune Paris. 

Di tengah krisis sistem kapitalisme global yang saat ini melanda Amerika, Eropa, sebagian Asia (dan dapat dipastikan Indonesia) gerakan perlawanan terhadap kapitalisme semakin marak digaungkan oleh penduduk dunia. Bahkan ketika pertemuan pemilik korporasi multinasional dengan pemerintah negara dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di kota Davos Swiss beberapa waktu lalu salah satu ahli ekonomi yang hadir mengatakan bahwa kapitalisme diakui telah gagal untuk menyelesaikan problem kesejahteraan manusia. Lantas apa alternatif lain dari sistem kapitalisme yang berjalan lebih dari 100 tahun ini? Saat ini ribuan orang dari tua muda, pekerja, supir, buruh, nelayan, petani, telah turun ke jalan untuk memikirkan, melakukan aksi langsung, membuat masyarakat ideal skala kecil dan sebagainya. Kita harus mengkritisi sistem saat ini yang menempatkan segelintir orang berkuasa atas nasib jutaan orang lainnya. Menilik kisah V for Vendetta diatas bisa jadi salah satu sistem alternatif yang bisa ditawarkan untuk menyelesaikan problem ketimpangan yang saat ini terjadi tanpa merasa diri menjadi seorang pahlawan. Beranikah kita menjadi V selanjutnya ?

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan, tidak spam, dan bijak ^.^
Terima Kasih telah berkunjung